ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Andri Wihanjaya

Abstract


Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Direksi memiliki berbagai kewajiban dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan pengurusan Perseroan, termasuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. RUPS Tahunan wajib dilakukan di mana Direksi menyampaikan laporan tahunan mengenai jalannya Perseroan. Apabila tidak menyelenggarakan RUPS Tahunan, Direksi dianggap telah melalaikan fiduciary duty-nya terhadap Perseroan. RUPS Luar Biasa tidak wajib diadakan, namun dapat diadakan jika kepentingan Perseroan menghendakinya. Permintaan RUPS Luar Biasa ini dapat muncul dari Dewan Komisaris ataupun juga atas permintaan pemegang saham yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Berdasarkan UU PT, Direksi harus melakukan pemanggilan RUPS, termasuk RUPS Luar Biasa. Direksi dapat menilai dan menaksir apakah ada dampak buruk bagi Perseroan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan Perseroan yang sekiranya akan diputuskan dalam RUPS Luar Biasa. Dengan demikian, terbuka kemungkinan bagi Direksi untuk menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, jika Direksi menilai bahwa penyelenggaraan RUPS Luar Biasa tersebut tidak bermanfaat atau berdampak buruk bagi kepentingan Perseroan. Timbul permasalahan hukum apakah menyelenggarakan RUPS Luar Biasa merupakan fiduciary duty dari Direksi Perseroan, apalagi mengingat UU PT sendiri memberikan peluang bagi pemegang saham untuk meminta penyelenggaraan RUPS kepada Dewan Komisaris atau bahkan menyelenggarakan sendiri RUPS Luar Biasa atas penetapan pengadilan negeri. Selanjutnya, apakah Direksi yang menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa tersebut 
2  
dapat berlindung pada prinsip business judgment rule. Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan, dilakukan penelitian hukum normatif disertai pendekatan perundang- undangan. Penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis di dalam buku, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Pendekatan perundang-undangan, yaitu dengan meneliti peraturan- peraturan yang berlaku, karena penelitian ini akan terfokus pada aturan hukum yang sekaligus sebagai tema sentral penelitian. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, artinya data hasil penelitian diolah dan diuraikan untuk memberikan gambaran fakta- fakta sehubungan dengan kewajiban Direksi dalam penyelenggaraan RUPS Luar Biasa. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, penyelenggaraan RUPS Luar Biasa juga merupakan kewajiban Direksi yang diberikan oleh undang-undang dan/atau anggaran dasar, walaupun UU PT tidak secara tegas menyebutkan dalam pasal-pasalnya dan Direksi bukan merupakan organ Perseroan yang mutlak berwenang menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Direksi, dalam kedudukannya sebagai pengurus dan yang mewakili Perseroan, memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa sewaktu-waktu bila kepentingan Perseroan menghendakinya. Direksi memiliki tanggung jawab berdasarkan fiduciary duty dalam memenuhi kewajibannya menyelenggarakan RUPS Luar Biasa. Direksi wajib menyelenggarakan RUPS Luar Biasa dengan penuh itikad baik, kepedulian, dan loyalitas terhadap Perseroan demi kepentingan Perseroan semata-mata. Direksi yang menolak atau tidak mau menyelenggarakan RUPS Luar Biasa setelah dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian menilai bahwa tidak ada urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut dapat dikategorikan sudah melaksanakan fiduciary duty-nya. Business judgment rule akan melindungi Direksi dari derivative action oleh pemegang saham atas keputusan penolakan Direksi untuk menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, yang dalam UU PT mengacu pada ketentuan Pasal 97 ayat (5), apabila penolakan tersebut disebabkan oleh penilaian Direksi bahwa: a). Tidak adanya urgensi kepentingan Perseroan yang menghendaki diselenggarakannya RUPS Luar Biasa tersebut, b). Agenda rapat yang dimintakan untuk dibahas atau disetujui dalam RUPS Luar Biasa akan membawa dampak buruk terhadap kepentingan Perseroan atau bertentangan dengan hukum, c). Permintaan RUPS Luar Biasa diajukan secara bertentangan dengan hukum, d). Permintaan RUPS Luar Biasa 
3  
tidak disertai dengan pembuktian secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan adanya kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS Luar Biasa. Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan dalam UU PT, setidak-tidaknya dalam aturan penjelasan, dapat dipertegas kewajiban Direksi dalam menyelenggarakan RUPS Luar Biasa, bahkan bila perlu memberikan sanksi yang tegas bagi Direksi yang tidak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa serta memberikan kewenangan bagi Direksi untuk menolak menyelenggarakan RUPS Luar Biasa demi kepentingan Perseroan.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.